Cerita Sex Nafsu Liar

  

Cerita Sex Nafsu Liar

Masterwebindo Jam dinding yang ada di ruang tengah, saat itu sudah menunjukkan angka setengah sebelas malam. Nina tampak masih duduk termangu seorang diri. Ibu muda beranak satu yang baru berumur dua puluh lima tahun itu belum tidur karena masih menunggu kepulangan suaminya. Akhir-akhir ini, suaminya jadi lebih sering kerja lembur. Pulangnya selalu larut malam. Dan tentunya jika sudah begitu, suaminyajadi capai. Sehingga setiap kali dia mengajak suaminya melakukan hubungan badan, suaminya senantiasa menolak dengan alasan capek. Nina menyadari, apa yang dilakukan suaminya semata-mata untuk kebahagiaan mereka bersama. Tetapi sebagai wanita normal, Nina membutuhkan kehangatan dari lelaki. Namun, setiap kali dia meminta pada suaminya, Susilo selalu saja menolak dengan alasan capai. Nina yang tahu kalau suaminya memang capai,akhirnya tak bisa memaksa. Sebab kalau pun dipaksa, hasilnya malah tak enak. Jadilah dia harus terus berusaha menahan perasaannya. Hari ini sudah hampir dua bulan dia tak mendapatkan nafkah bathin dari suaminya. Setiap kali dia mengajak, suaminya senantiasa menolak dengan alasan capai. Selama itu pula, Nina harus terus berusaha menahan gejolak birahinya. Entah sampai kapan dia akan sanggup bertahan. Karena sebagai wanita normal, jelas dia membutuhkan kehangatan dan kepuasan dari lelaki. Namun memaksa suaminya untuk mau memberinya kehangatan dan kepuasan, rasanya tak mungkin. Sebab suaminya yang seharian bekerja, akan langsung tidur jika sudah mencium bantal. Nina benar-benar dibuat bingung dan gelisah sendiri jika hasrat birahinya sudah tak dapat dibendung lagi. Bahkan kadan dia dibuat tak bisa tidur jika sudah begitu karena dia tak tahu harus bagaimana menumpahkan gejolak nafsu birahinya. Kadang terlintas dalam pikirannya untuk mencari kepuasan di luar rumah, namun jelas hal itu dia harus meninggalkan anaknya yang baru berumur setahun sendirian di rumah. Jelas dia tak mungkin keluyuran dengan membawa anak. 

Dengan mengingat anaknya, Nina pun berusaha membuang pikiran kotornya dan berusaha untuk tetap bertahan. Meski kadang jiwanya merasa tersiksa. Malam ini, meski sudah menunjukkan angka setengah sebelas, Susilo belum juga pulang. Dan meski hal itu sudah sering terjadi, namun tetap saja perasaan Nina jadi gelisah. Dia jadi kwatir, takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada suaminya. Sampai jam sebelas tepat, saat mata Nina sudah mengantuk, suaminya belum juga pulang. Sampai akhirnya ibu muda yang cantik itu pun tertidur di sofa sambil duduk. Nina terjaga dengan agak kaget, ketika telinganya mendengar suara bel tamu. Dengan masih agak mengantuk, bergegas dia bangung dari sofa dan melangkah ke pintu depan rumah untuk membukakan pintu. Dan memang yang datang adalah suaminya. “Baru pulang, Mas?” tanyanya. “Ya.” Jawab Susilo seraya melangkah masuk. Nina pun menutup pintu rumah dan menguncinya, kemudian dia mengikuti langkah suaminya yang menuju ke ruang makan. Segera Nina membuatkan kopi panas untuk suaminya dan meletakkannya di depan suaminya duduk. “Mau mandi, Mas?” tanya Nina. “Ya.” “Sebentar aku masakkan air.” Susilo mengangguk. Sambil menunggu istrinya memasak air, Susilo menyeruput kopi panasnya untuk sekedar menghangatkan tubuh. Setelah tiga kali menyeruput kopi panasnya, Susilo kemudian bangun dari duduknya. Dia melangkah ke kamar untuk melepaskan pakaian kerjanya. Tak lama kemudian, dengan hanya mengenakan kaos singlet dan celana pendek serta handuk yang tersampir di pundaknya, Susilo kembali keluar dan duduk kembali di kursi ruang makan untuk menikmati kopinya. 

Dari dapur Nina keluar dan duduk di depan suaminya. “Sebentar lagi masak airnya, Mas.” “Ya. Kamu belum tidur?” tanya Susilo. “Belum, Mas.” “Kalau begitu, kamu tidur saja. Biar nanti aku sendiri yang menuangkan air panas.” “Mas mau makan, kan?” “Ya, nanti biar aku sendiri yang mengambil. Sebaiknya kau tidur saja, karena tentu kau lelah.” “Tapi, Mas . . .” “Sudahlah, tidur saja. . .” “Mas Susilo?” “Nanti setelah selesai mandi dan makan, aku menyusul.” Nina akhirnya menurut bangun dari duduknya. “Saya ke kamar dulu, Mas.” “Ya.” Wanita cantik itu pun meninggalkan ruang makan menuju ke dalam kamarnya. Sesampainya di dalam kamar, Nina merebahkan tubuhnya, namun dia tidak bisa memejamkan kedua matanya. Hasrat kewanitaannya yang sudah lama tak mendapatkan kehangatan dari suaminya, malam ini kembali menggelora dan meminta pelampiasan. Dan itulah yang membuat perasaan Nina jadi gelisah. Hatinya jadi bimbang, apakah suaminya yang sudah capai setelah seharian bekerja akan mau melayani ajakannya, memberinya kepuasan sebagaimana yang dia inginkan? Ibu muda yang cantik itu beberapa kali menghela napas panjang sambil membolak-balikan tubuhnya kesana-kemari berusaha agar bisa memendam hasrat kewanitaannya dengan membawanya tidur, namun kedua matanya tak juga dapat di pejamkan. Malah semakin lama, gairahnya semakin bertambah menggelora bagai api yang membakar seluruh jiwa dan raganya. “Ohh . . .” Nina melenguh, merasakan himpitan nafsu yang terus menekan perasaannya. Tak tahan membendung gejolak birahinya yang sudah membara, Nina akhirnya bangun dari rebahannya. Duduk termenung di tepi tempat tidur, berusaha untuk mempertimbangkan apakah malam ini dia akan menuntut pada suaminya yang sudah capai seharian bekerja, atau terus berusaha menekan perasaannya sedalam mungkin, walau dia harus tersiksa?” Dari arah kamar mandi, terdengar suara Susilo bersenandung kecil. Sepertinya Susilo sudah menuangkan air panasnya untuk mandi dan sepertinya Susilo sudah bersiap-siap untuk mandi. Dengan segala hasrat yang ada, Nina pun bangun dan melepaskan seluruh pakaiannya, kemudian dia melangkah keluar dari kamar tidurnya dengan tubuh sudah dalam keadaan telanjang tanpa tertutup barang sehelai benang pun. 

Dengan tubuh telanjang bulat, Nina menuju ke kamar mandi dimana suaminya berada. Didorongnya pintu kamar mandi yang tak terkunci, sehingga membuat Susilo yang sudah dalam keadaan telanjang agak kaget. Dan lelaki itu kian bertambah kaget, saat melihat siapa yang masuk, yang ternyata istrinya dan dalam keadaan sudah telanjang bulat tanpa tertutup barang sehelai benang pun. “Nina . . .” desis Susilo dengan kening mengerut, melihat sikap istrinya yang dirasa aneh. Sebab tak biasa-biasanya Nina melakukan hal seperti itu, dan selama mereka menjadi suami-istri, belum pernah Nina mendatanginya di kamar mandi dalam keadaan telanjang bulat seperti sekarang. Dengan bibir tersenyum mengundang, Nina menutup pintu kamar mandi. Kemudian dengan masih tersenyum, perempuan cantik yang sedang dilanda gairah nafsu birahi menghampiri suaminya yang masih terpaku. Sambil melingkarkan kedua tangannya ke leher Susilo, Nina berkata, “Mas . . . Sudah lama kau tak lagi memberiku kehangatan. Malam ini, aku ingin kau memberikannya kepadaku. . .” “Aku capai, Nina.” “Aku tahu, Mas. Namun aku sudah tak tahan lagi. . . Hampir sebulan lamanya kau tak pernah menyentuhku. Sebagai wanita normal, aku membutuhkan kehangatan, Mas. . .” desah Nina sambil terus berusaha membangkitkan nafsu birahi suaminya dengan belaian-belaian lembut tangannya pada dada suaminya. Dia berharapan suaminya yang sudah lama tak menyentuhnya, malam ini akan memberinya kehangatan dan juga kenikmatan sebagaimana yang dia butuhkan. Susilo menghela napas panjang dan berat menghadapi sikap istrinya. Ada rasa iba melihat keadaaan istrinya yang tampak begitu merindukan kehangatan dari seorang lelaki. Karena itu, meski sebenarnya dia merasa capai setelah seharian bekerja, namun karena tak ingin mengecewakan istrinya Susilo pun akhirnya mengabulkan keinginan istrinya. Segera didekapnya tubuh Nina erat, lalu dengan lembut dilumatnya bibir Nina dengan lembut namun menggairahkan. “Ohh . . .Teruskan, Mas. . . Sudah lama kudambakan saat-saatseperti ini,” desis Nina sambil membalas lumatan bibir suaminya. Sedang tangannya bergerak membelai dan meremas-remas rambut suaminya. Meski sebenarnya capai setelah seharian bekerja, namun karena birahinya sudah terangsang, akhirnya Susilo turut hanyut dalam lautan gairah yang di tebarkan oleh istrinya. 

Dilumatnya bibir Nina dengan lumatan-lumatan mesra. Sementara tangannya, dengan lembut melakukan belaian dan remasan pada bagian-bagian tubuh istrinya yang sensitif, yang membuat Nina harus menggerinjing, merintih dan melenguh kenikmatan. Nina yang selama ini dangat merindukan kehangatan dari suaminya tak mau tinggal diam. Sambil menikmati cumbuan yang diberikan oleh suaminya, dia pun membalas belaian dan remasan tangan suaminya dengan cara sama melakukan belaian dan remasan pada bagian-bagian tubuh suaminya yang sensitif. Dari rambut kepala Susilo, tangan Nina bergerak kebawah dan berhenti di selangkangan Susilo. Di sana, dengan lembut tangan Nina menyentuh sebuah benda berotot milik suaminya. Dibelai dan di remasnya, sehingga membuat Susilo melenguh. “Ohh . . .” Lumatan bibir Susilo pada bibir Nina pun lepas. Namun kemudian sambil meresapi remasan dan belaian tangan istrinya pada batang kelelakiannya, Susilo mengarahkan cumbuannya pada bagian dada istrinya dimana dua bukit kembar yang halus berada.

 Dengan lidah dan mulutnya, Susilo mencumbui bukit susu Nina yang sebelah kanan, sedang tangan kanannya dengan mesra membelai dan memilin buah dada istrinya yang sebelah kiri. “Ahh . . . Mas . . .” Nina merintih, merasakan geli bercampur nikmat akibat cumbuan yang di lakukan oleh suaminya pada kedua buah dadanya. Meski begitu, tangan Nina yang berada di selangkangan Susilo tak mau berhenti melakukan aksi. Sambil menikmati cumbuan yang di lakukan suaminya, dia pun membalasnya dengan terus melakukan belaian dan remasan pada batang kelelakian suaminya yang semakin lama, semakin keras. Setelah dirasa cukup puas melakukan pemanasan, Susilo pun menghentikan cumbuannya. Kemudian dibimbingnya Nina merapat ke dinding kamar mandi, lalu disuruhnya Nina membalikkan tubuh menghadap ke dinding. Setelah itu, dengan posisi Nina nungging, Susilo pun mengarahkan senjatanya ke arah lubang kewanitaan istrinya. Lalu ditekannya pantat ke depan, sehingga batang kelelakiannya pun melesat masuk ke dalam lubang kewanitaan Nina. “Auw . . . Mas . . .” Nina melenguh dengan mata membeliak, ketika batang kelelakian suaminya amblas ke dalam lubang kewanitaannya. Setelah itu, wanita cantik berusia Sekitar dua puluh tujuh itu pun menggerakkan pantatnya ke kanan dan ke kiri secara teratur, sehingga kenikmatan pun semakin dalam dia rasakan. Begitu halnya dengan Susilo, sambil menikmati kenikmatan yang dia rasakan akibat goyangan pantat istrinya, dengan tangan memegang dan meremasi pantat istrinya, Susilo pun terus melakukan ayunan pantatnya maju-mundur secara teratur. Cukup lama keduanya berpacu, berusaha mencapai puncak kepuasan yang sama-sama mereka inginkan. Gesekkan dari kedua kulit kemaluan mereka, semakin menambah rasa nikmat yang tiada duanya. Sampai akhirnya, dengan didahului oleh lenguhan panjang dan tubuh yang meregang, Susilo pun mencapai puncak kepuasannya. “Ma. . .Ohh. . .” “Tahan, Mas . . .Tahan . . . Aku belum keluar . . .” desis Nina sambil menggoyangkan pantatnya semakin cepat agar dia pun mendapatkan kepuasan. Namun apa yang dilakukannya percuma saja, sebab suaminya sudah sanggup lagi menahan semburan lahar kenikmatannya. “Ahh. . . Aku sudah keluar, Ma. . .” desah Susilo dengan tubuh melemas seraya menekan pantatnya kuat-kuat ke depan, sehingga batang kelelakiannya yang menyemburkan cairan kenikmatan pun semakin bertambah amblas menghunjam di dalam lubang kewanitaan istrinya. Nina benar-benar merasa kecewa dengan kenyataan itu. Namun begitu, dia tak bisa memaksa suaminya yang benar-benar sudah kecapaian setelah seharian bekerja untuk meneruskan permainan. Setelah cebok, Nina pun keluar dari kamar mandi dan membiarkan suaminya mandi.

 Dia kembali ke kamarnya, mengenakan baju tidurnya kembali dan langsung merebahkan tubuhnya di kasur untuk tidur. Namun belum juga matanya terpejam, anaknya menangis. Segera Nina bangun dan menghampiri bok bayi dimana anaknya berada. Kemudian dia pun menyusui anaknya hingga diam dan kembali tidur. Baru setelah itu, Nina pun kembali merebahkan tubuhnya di kasur untuk tidur dengan membawa hati yang gelisah dan kecewa karena tak mendapatkan kepuasan sebagaimana yang dia inginkan.

6 Responses to "Cerita Sex Nafsu Liar"